Jakarta | Mata Aktual News — Temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) terkait kerugian negara di sejumlah daerah kembali menjadi sorotan. Laporan yang semestinya ditindaklanjuti justru mengendap bertahun-tahun tanpa kejelasan. Lembaga Swadaya Masyarakat Kumpulan Pemantau Korupsi Banten Bersatu (KPKB) menilai hal ini sebagai indikasi lemahnya pengawasan dan potensi praktik saling melindungi antara pejabat daerah dan aparat penegak hukum.
Juru Bicara DPP KPKB, M. Rojai, menyampaikan bahwa banyak rekomendasi BPK hanya menjadi arsip tanpa realisasi hukum. Ia menilai, Kejaksaan Negeri, Kepolisian, hingga Inspektorat Daerah tidak menjalankan mandatnya dalam menindaklanjuti temuan kerugian negara, khususnya di wilayah Jawa Barat dan Banten.
“Jangan-jangan memang ada upaya sistematis untuk melindungi pihak-pihak yang terlibat. Kabupaten, walikota, hingga pemerintah provinsi seolah saling bungkam. Lalu di mana fungsi penegakan hukumnya?” ujar Rojai dalam keterangannya, Senin (14/7/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT

KPKB Soroti Politisasi dan Impunitas Oknum
KPKB juga menyoroti adanya unsur politis dalam penanganan temuan BPK. Pejabat yang diduga terlibat dalam kerugian negara tetap menduduki jabatan strategis, bahkan ada yang mendapat promosi, tanpa proses hukum yang transparan.
“Ini preseden buruk. Jika temuan BPK saja bisa diabaikan, maka kepercayaan publik terhadap audit keuangan negara bisa runtuh. Jangan sampai penegak hukum ikut bermain dalam gelap,” tegas Rojai.
Aturan Jelas: Pengembalian Uang Tak Hapus Pidana
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pengembalian kerugian negara tidak menghapus sanksi pidana. Selain itu, Pasal 20 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2004 menyatakan bahwa hasil audit BPK harus ditindaklanjuti dalam waktu maksimal 60 hari.
Namun, KPKB menilai implementasi aturan ini sangat lemah. Di sejumlah daerah, khususnya di Banten dan Jawa Barat, banyak temuan BPK tidak pernah ditindaklanjuti secara hukum hingga bertahun-tahun.
Inspektorat Daerah Dinilai Tumpul
Kritik tajam juga ditujukan kepada Inspektorat Daerah yang dianggap gagal menjalankan fungsi pengawasan. Laporan masyarakat dan aktivis antikorupsi kerap tidak mendapat respons, bahkan terkesan dibiarkan.
“Inspektorat sekarang ibarat museum dokumen. Surat hanya ditumpuk, tidak ada tindak lanjut. Ini pembiaran yang disengaja demi menjaga citra kepala daerah,” pungkas Rojai.
KPKB Desak Penegakan Hukum, Bukan Pembiaran
Atas situasi ini, KPKB mendesak Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera bertindak tegas. Diamnya aparat selama ini dinilai sebagai sinyal buruk terhadap independensi penegakan hukum.
“Jangan tunggu viral, jangan tunggu rakyat marah. Tegakkan hukum atas dasar temuan resmi negara. Kalau 60 hari tidak dikembalikan, itu ranah pidana. Titik,” tegasnya.
KPKB mengonfirmasi telah mengirimkan surat resmi ke Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kapolri sebagai bentuk desakan terhadap tindak lanjut temuan BPK. Lembaga ini menyatakan akan terus memantau perkembangan kasus guna memastikan apakah aparat benar-benar bekerja independen atau justru menjadi bagian dari lingkaran pembiaran.
Reporter: Zefferi
Editor: Merry WM
Mata Aktual News – Tajam, Terpercaya, Aktual