
MATA AKTUAL NEWS – Nama taipan properti nasional, Sugianto Kusuma alias Aguan, kembali mencuat. Setelah menuai kontroversi akibat pembangunan pagar laut di kawasan Pantai Indah Kapuk, kini keterkaitan keluarganya disorot dalam kasus kerusakan lingkungan akibat pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Pemerintah melalui Kementerian Investasi/BKPM telah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) dari empat perusahaan yang beroperasi di wilayah Raja Ampat. Keputusan itu diambil karena keempat entitas tersebut terbukti melanggar ketentuan lingkungan dan berada di kawasan geopark yang dilindungi.
Adapun perusahaan-perusahaan yang dicabut izinnya meliputi:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
PT Anugerah Surya Pratama (ASP) – Pulau Manuran, 1.173 hektare
PT Nurham – Yesner Waigeo, 3.000 hektare
PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) – Pulau Batang Pele dan Pulau Mayaifun, 2.193 hektare
PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) – Pulau Kawe, 5.922 hektare
Yang menarik perhatian publik, dalam dokumen beneficial ownership (pemilik manfaat akhir) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kemenkumham, tiga nama keluarga Aguan tercatat sebagai pemilik manfaat dari PT Kawei Sejahtera Mining:
Susanto Kusumo, adik kandung Aguan
Alexander Halim Kusuma, putra Aguan
Richard Halim Kusuma, putra Aguan
Ketiganya menggunakan alamat korespondensi yang sama, yakni Menara Sudirman, Jakarta Selatan. Selain itu, Susanto dan Alexander diketahui menjabat sebagai Presiden Direktur dan Wakil Presiden Direktur di perusahaan publik properti, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI). Ketiganya juga tercatat sebagai pengendali saham di PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK).
Pemerintah belum merinci lebih lanjut potensi sanksi lanjutan atau penyelidikan hukum terkait kerusakan lingkungan di kawasan tersebut.
Sementara itu, Sejumlah aktivis lingkungan dan antikorupsi yang tergabung dalam Kumpulan Pemantau Korupsi Bersatu (KPKB) menyuarakan keprihatinan atas ancaman kerusakan lingkungan di wilayah Raja Ampat. Mereka menyoroti indikasi praktik korupsi dalam perizinan usaha serta lemahnya pengawasan terhadap kegiatan industri di kawasan tersebut
“Raja Ampat bukan sekadar kawasan wisata. Ini adalah sumber kehidupan bagi masyarakat adat Papua dan rumah bagi ribuan spesies laut,” kata Zefferi, Kordinator Nasional juru bicara Aktivis Lingkungan KPKB
Analisis Kumpulan Pemantau Korupsi Bersatu:
Kasus ini menyoroti pentingnya ketegasan negara dalam mengatur investasi di sektor sumber daya alam, terutama ketika menyangkut kawasan ekologis seperti Raja Ampat. Keterkaitan antara korporasi besar dan kerusakan lingkungan harus diinvestigasi lebih lanjut secara transparan.
KPKB akan terus menelusuri perkembangan kasus ini, termasuk kemungkinan aliran investasi lintas sektor oleh grup usaha terkait.
Hingga laporan ini diterbitkan, pihak PANI belum memberikan pernyataan resmi mengenai temuan tersebut
(Redpel)