Bandung | Mata Aktual News – Fenomena peredaran obat keras daftar G seperti tramadol dan eximer di kawasan Astanaanyar, Kota Bandung, kembali menjadi sorotan. Aktivitas ini diduga telah berlangsung lama akibat lemahnya pengawasan aparat penegak hukum setempat.
Modus perdagangan kian beragam. Jika sebelumnya obat keras dijual melalui toko, kini sebagian pelaku menjajakan barang haram tersebut di pinggir jalan dengan tas pinggang maupun warung kecil berkedok usaha lain.
Berdasarkan penelusuran kolaborasi awak media bersama Karang Taruna Karasak dan unsur pemuda KNPI, ditemukan bukti adanya obat keras yang disembunyikan dalam tas pinggang di sebuah warung berkamuflase tambal ban di Jl. Moh. Toha, Karasak, Kecamatan Astanaanyar, Rabu (24/9/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Seorang penjual di lokasi bahkan menyebut nama berinisial ED sebagai pemasok. Namun, saat dikonfirmasi, ED membantah keterlibatannya.
Upaya masyarakat melaporkan temuan tersebut kepada aparat melalui jalur resmi ternyata tidak berbuah hasil. Kanit Intelkam Polsek Astanaanyar, Anwar, serta Kanit Satnarkoba Polrestabes Bandung, Yudiar, yang hadir ke lokasi, tidak melakukan penangkapan terhadap penjual yang kedapatan menyimpan obat keras. Bahkan, Kanit Intelkam disebut menyatakan, “karena tidak memenuhi unsur narkoba, jadi saya anggap selesai dan silakan membubarkan diri.”
Pernyataan tersebut menuai kejanggalan, sebab menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pengedar obat keras daftar G tanpa izin dapat dijerat Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) subsider Pasal 197 jo Pasal 106, dengan ancaman pidana penjara hingga 15 tahun.
Data Resmi: BPOM & BNN
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan, obat keras daftar G yang beredar secara ilegal tidak berasal dari produsen resmi. Produk tersebut masuk ke pasar gelap dan berbahaya karena tidak terjamin keamanan, mutu, maupun khasiatnya. BPOM juga kerap menggerebek toko dan sarana distribusi obat ilegal, namun peredaran di lapangan tetap marak.
Sementara itu, Badan Narkotika Nasional (BNN) mengingatkan bahwa obat keras dengan efek psikoaktif berpotensi menjadi narkotika jenis baru (New Psychoactive Substances/NPS). Artinya, obat daftar G bisa dimanfaatkan sindikat sebagai “jalan aman” untuk menghindari jerat UU Narkotika. BNN mencatat, penyalahgunaan obat keras dapat menimbulkan halusinasi, euforia, kecanduan, hingga kerusakan sistem saraf pusat jika dikonsumsi tanpa pengawasan medis.
Ancaman bagi Generasi Muda
Sejumlah kajian menunjukkan bahwa jaringan distribusi obat keras sudah makin terorganisir. Modusnya beragam, mulai dari warung berkedok usaha hingga penjualan langsung di jalanan. Penelitian juga mengungkap bahwa remaja dan anak muda menjadi sasaran utama karena akses yang semakin mudah.
Fenomena ini sejalan dengan laporan media bahwa kelompok remaja geng motor kerap mengonsumsi tramadol, trihexyphenidyl, hingga dextromethorphan sebelum beraksi, untuk mendapatkan efek “fly” atau halusinasi.
Harapan Warga
Masyarakat menilai, lemahnya penindakan aparat membuat kawasan Astanaanyar seakan menjadi “surga” peredaran obat keras. Warga mendesak agar aparat penegak hukum tidak hanya menyasar penjual kecil, tetapi juga menindak tegas jaringan pemasok besar yang berada di balik peredaran obat daftar G.
Peredaran obat keras tanpa izin bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga ancaman serius bagi masa depan generasi muda. Publik berharap aparat segera mengembalikan kepercayaan dengan bertindak tegas, transparan, dan tidak tebang pilih.







