
JAKARTA | Mata Aktual News– Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto punya “menu” HAM yang lumayan menggoda di awal periode. Ada kementerian baru khusus urusan HAM, amnesti ribuan narapidana, sampai janji bebas kritik tanpa takut ditangkap.
Jakarta Institut mencatat, langkah manis pertama adalah kelahiran Kementerian Hak Asasi Manusia dengan Natalius Pigai di kursi menteri. “Ini kayak bikin dapur khusus buat masak resep HAM, supaya nggak cuma numpang di menu kementerian lain,” kata Agung Nugroho, Direktur Jakarta Institut yang dikutip dari siaran pers Jakarta Institut hari ini (15/8).
Lalu, ada program amnesti yang sudah bikin 1.178 narapidana keluar lebih cepat, termasuk aktivis politik dan Papua. Targetnya? Fantastis: 44 ribu orang bakal dibebaskan demi rekonsiliasi nasional. Ada juga rencana grasi buat napi Papua yang siap meninggalkan jalan kekerasan dan separatisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di sisi lain, ada “bumbu” yang bikin lidah aktivis terasa getir. Menko Polhukam Yusril Ihza Mahendra sempat bilang tragedi Mei 1998 bukan pelanggaran HAM berat. Masalahnya, Komnas HAM sudah sejak lama mengategorikannya sebagai pelanggaran HAM berat.
“Kalau sejarahnya dihapus-hapus, nanti rasanya hambar. Bagian pahitnya malah dibuang, padahal itu penting buat pelajaran,” komentar Agung.
Walau pemerintah bilang bebas kritik, di lapangan masih ada cerita lain: kegiatan jemaat Ahmadiyah dibubarkan, diskusi lintas agama dihentikan, bahkan ormas ikut-ikutan menghalangi demonstrasi.
“Ini kayak bilang pintu rumah terbuka, tapi begitu masuk disuruh pulang lagi,” sindir Agung.
Irisan Anggaran: Lembaga HAM Kena Potong, Polri Malah Nambah
Melalui Inpres No. 1 Tahun 2025, anggaran Komnas HAM dipotong 46%, Komisi Yudisial kena 54%. Sementara Polri? Justru dapat tambahan anggaran.
“Ini aneh. Lembaga yang tugasnya ngawasin malah dibatasi, sedangkan yang bisa bertindak represif malah dikasih ‘bensin’ lebih banyak,” kata Agung.
UU baru membuka peluang anggota militer duduk di kursi sipil strategis, seperti Jaksa Agung dan posisi penting di lembaga kontra-terorisme.
“Kesannya seperti nostalgia zaman lama, padahal demokrasi sehat harusnya sipil yang pegang kendali,” ujar Agung.
Amnesty International juga ikut mencatat PR pemerintah: dari aksi represif ke demonstran dan jurnalis, penggunaan spyware ke aktivis, pelanggaran HAM di Papua, sampai minimnya perlindungan data pribadi.
“Awal periode ini sebenarnya manis. Tapi kalau bumbu pahitnya nggak diolah dengan benar — pemutihan pelanggaran masa lalu, pemangkasan anggaran HAM, dan militerisme — maka cita rasa HAM kita bisa-bisa jadi tawar,” tutup Agung Nugroho.
Reporter: Syahrudin Akbar
Editor: Merry WM