Jakarta, Mata Aktual News —Kebijakan pemberian tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan kepada anggota DPR menuai kritik dari kalangan masyarakat sipil. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai keputusan tersebut tidak patut, mengingat kondisi ekonomi rakyat yang masih sulit.
“Warga mendapatkan kesulitan dalam hal-hal mendasar, seperti kebutuhan pokok sehari-hari, sementara ada pajak yang dinaikkan. Keputusan soal perumahan ini bukan keputusan yang patut,” kata peneliti ICW, Egi Primayogha, dilansir dari BBC News Indonesia, Senin (18/8/2025).
Penghasilan DPR Lebihi Rp100 Juta
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT

Besaran penghasilan anggota DPR menjadi sorotan setelah TB Hasanuddin, anggota Komisi I DPR, mengungkap bahwa dirinya menerima gaji pokok, tunjangan rumah, dan tunjangan lain dengan total lebih dari Rp100 juta per bulan.
Hasanuddin membantah adanya kenaikan gaji, namun data menunjukkan bahwa penerimaan saat ini lebih besar dari periode 2019–2024, bahkan mencapai dua kali lipat.
Penjelasan DPR
Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, menjelaskan perbedaan penerimaan antara periode lalu dan sekarang terjadi karena adanya tunjangan rumah Rp50 juta per bulan sebagai pengganti fasilitas rumah dinas.
Menurut Indra, pemberian tunjangan ini merupakan kebijakan resmi yang diputuskan untuk menggantikan fasilitas perumahan, sehingga anggota DPR memiliki pilihan antara menempati rumah dinas atau menerima tunjangan.
Sorotan Publik
Kritik terhadap besarnya tunjangan DPR kian deras di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang belum pulih. Pengamat menilai, penerimaan fantastis wakil rakyat tidak sepadan dengan kinerja DPR yang dinilai belum memuaskan.
ICW menegaskan, langkah DPR menerima tunjangan rumah bernilai tinggi di saat rakyat menghadapi tekanan ekonomi hanya akan memperlebar jarak antara wakil rakyat dengan konstituennya.
Reporter: Amor
Editor: Merry WM