JAKARTA | Mata Aktual News– Kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang tiba-tiba memblokir 31 juta rekening pasif alias dormant menuai sorotan tajam. Pasalnya, jutaan di antaranya milik rakyat kecil penerima bantuan sosial (bansos) yang tak tahu-menahu soal kejahatan keuangan.
“Tujuannya bagus, katanya buat cegah pencucian uang. Tapi caranya sembrono, rakyat kecil malah jadi korban,” tegas Agung Nugroho, pengamat kebijakan sosial dari Jakarta Institut, Rabu (31/7/2025).
Dari total rekening yang diblokir, sekitar 10 juta adalah rekening penerima bansos yang tak aktif selama lebih dari tiga tahun. Dana yang mengendap pun tak main-main: Rp 2,1 triliun!. Belum lagi 140 ribu rekening lebih yang sudah tidur selama lebih dari 10 tahun, plus ribuan lainnya yang disebut-sebut terlibat jual-beli rekening dan judi daring.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Agung menyebut PPATK gegabah. “Pemblokiran ini tidak sesuai aturan main. Harusnya mengacu pada Pasal 40 UU Nomor 8 Tahun 2010. Kalau tidak ada indikasi pidana, kenapa diblokir?”
Ia menambahkan, ini bukan sekadar persoalan hukum, tapi juga soal rasa keadilan bagi rakyat kecil. Apalagi, tak ada pemberitahuan yang layak sebelumnya. Banyak nasabah kaget saat tahu ATM mereka tak bisa dipakai.
“Rakyat disuruh melek teknologi, tapi bank dan regulator malah gagal kasih info dasar. Masa rekening dibekukan diam-diam? Kacau ini,” kata Agung geram.
Meski begitu, Agung memberi apresiasi pada langkah cepat Presiden Prabowo Subianto yang langsung turun tangan. Presiden memanggil Kepala PPATK dan Gubernur BI ke Istana pada Senin (29/7/2025), minta kebijakan ini dievaluasi total.
“Langkah Presiden patut diapresiasi. Beliau sigap, tanggap, dan berpihak ke rakyat. Ini baru pemimpin!” tegasnya.
Menurut data terakhir, hampir 50 persen rekening yang sempat dibekukan sudah bisa diakses kembali usai proses verifikasi.
Agung mengingatkan, ke depan pemerintah dan lembaga keuangan jangan lagi asal gebuk. Harus pakai pendekatan berbasis risiko, bukan main rata. Ia juga mendesak dibuatnya sistem peringatan otomatis dan edukasi publik secara luas sebelum langkah-langkah ekstrem seperti ini diterapkan.
“Bersihkan sistem keuangan, ya. Tapi jangan sampai rakyat yang sudah susah makin disusahkan,” tutupnya.
Laporan: Syahrudin Akbar
Editor: Merry WM