Mata Aktual News, Bogor, 9 Mei 2025— Seharusnya, Jalan Bojonggede–Kemang (Bomang) menjadi jalur penyambung harapan bagi warga Kabupaten Bogor bagian selatan. Tapi yang terlihat hari ini bukan jalan mulus yang mempersingkat waktu tempuh, melainkan pemandangan beton retak, lubang menganga, dan plang proyek yang berganti tiap tahun. Proyek yang dimulai sejak 2016 ini justru menjelma menjadi simbol mangkraknya pembangunan yang tak selesai-selesai.
Lambat Sejak Awal
Sejak peletakan batu pertama, proyek ini sudah tersendat. Kendala klasik: pembebasan lahan. Hingga 2024, masih ada sejumlah titik yang belum dibebaskan. Beberapa warga bahkan mengaku belum menerima kompensasi sepeser pun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami disuruh menyerahkan lahan, tapi ganti rugi tak pernah jelas. Mana bisa jalan dibangun kalau dasarnya saja belum beres,” ujar Pak Sumarno, warga Tajurhalang.
Dilempar ke Pusat, Tapi Tak Juga Bergerak
Setelah bertahun-tahun jalan di tempat, Pemerintah Kabupaten Bogor akhirnya menyerahkan proyek ini ke Kementerian PUPR sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Alih-alih mempercepat, langkah ini justru menambah kabut koordinasi.
“Satu bilang tunggu pusat, yang satu lagi lempar ke daerah. Akhirnya siapa yang kerja? Tidak ada,” kritik Zefferi, Sekretaris Jenderal Kumpulan Pemantau Korupsi Bersatu (KPKB).
Kualitas Dipertanyakan
Di beberapa titik, jalan yang sempat dibeton kembali rusak hanya dalam hitungan bulan. Diduga kuat, mutu material yang digunakan tidak sesuai spesifikasi. Beton yang semestinya kokoh, malah rapuh diterpa dua musim hujan.
“Kalau jalan dibangun dengan standar proyek foto-op, ya begini hasilnya. Cepat retak, cepat lupa,” sindir Zefferi Sekjen KPKB Bogor.
Jalan Tanpa Arah
Hari ini, sebagian ruas Jalan Bomang lebih mirip jalan mati. Alih-alih digunakan warga, jalan justru dipenuhi lapak liar, sampah menumpuk, dan menjadi titik rawan kriminalitas. Tak sedikit pengendara yang menjadi korban kecelakaan dan begal.
Kemana Anggaran Pergi?
Laporan anggaran dan progres proyek tidak pernah dipublikasikan secara transparan. Kontraktor berganti, nilai proyek berubah, tapi masyarakat tetap menanggung akibat.
“Kalau rakyat salah sedikit langsung diproses hukum. Tapi kalau proyek mangkrak bertahun-tahun, semua diam. Ini negara atau naskah sinetron?” ujar Zefferi geram.
–Akhirnya, Jalan Bomang bukan sekadar jalan rusak. Ia adalah jalan panjang janji-janji politik yang tak ditepati. Dan di balik setiap retakan beton itu, ada harapan warga yang ikut retak bersama waktu.
(Redaksi)