Mata Aktual News, Jakarta Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia mengecam keras kebijakan pemerintah yang memberikan izin uji klinis vaksin TBC dari perusahaan asing terhadap warga Indonesia. Ketua Umum Rekan Indonesia, Agung Nugroho, menyatakan bahwa kebijakan ini mencerminkan lemahnya ketahanan dan kedaulatan kesehatan bangsa. (10/5/2025)
“Pemerintah kembali menunjukkan ketergantungan pada pihak asing dengan membiarkan rakyatnya menjadi objek eksperimen. Ini bukan kerja sama, ini bentuk penjajahan baru dalam bidang kesehatan,” kata Agung.
Menurut data World Health Organization (WHO), lebih dari 10% kandidat vaksin gagal pada uji klinis tahap lanjut akibat efek samping serius. Dalam jurnal Nature Reviews Drug Discovery, tercatat bahwa hanya 6% kandidat vaksin yang berhasil melewati semua fase uji klinis dan mendapatkan persetujuan penggunaan luas. Risiko ini semakin besar jika dilakukan di negara-negara dengan regulasi etik dan pengawasan yang lemah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejarah Buruk Uji Coba di Negara Berkembang
Agung mengingatkan bahwa Indonesia harus belajar dari kasus-kasus di negara lain. Pada 2009, uji coba vaksin HPV oleh PATH dan Merck di India menyebabkan kematian sedikitnya 7 remaja putri — menyebabkan dihentikannya program tersebut oleh pemerintah India. Di Afrika, sejumlah uji coba vaksin malaria dan ebola memicu kontroversi karena pelanggaran etik dan lemahnya persetujuan sadar dari peserta.
“Ketika regulasi lemah dan rakyat kurang diberdayakan, eksperimen atas nama ilmu pengetahuan berubah menjadi eksploitasi,” ujar Agung.
Indonesia Mampu Produksi Vaksin Sendiri
Rekan Indonesia juga menegaskan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki kemampuan untuk memproduksi vaksin sendiri. Melalui Bio Farma, Indonesia telah menjadi salah satu produsen vaksin terbesar di Asia Tenggara, bahkan mengekspor ke lebih dari 150 negara. Dalam pandemi COVID-19, Indonesia membuktikan bisa memproduksi vaksin seperti IndoVac — hasil kolaborasi Bio Farma dan Baylor College of Medicine — yang telah mendapatkan izin edar dari BPOM.
“Dengan dukungan anggaran dan kebijakan yang tepat, kita tidak perlu bergantung pada vaksin luar negeri. Sayangnya, alih-alih memperkuat riset dalam negeri, pemerintah justru menggadaikan otoritas ilmiah kita kepada sponsor asing,” ucap Agung.
Tuntutan untuk Pemerintah
Rekan Indonesia mendesak pemerintah:
Menghentikan seluruh uji coba vaksin asing yang tidak memenuhi standar etik dan transparansi.
Memperkuat riset dan pengembangan vaksin nasional sebagai bagian dari ketahanan kesehatan.
Meningkatkan anggaran riset kesehatan yang saat ini masih di bawah 1% dari APBN.
Menjamin bahwa setiap riset kesehatan melibatkan persetujuan sadar dan pengawasan ketat dari lembaga etik independen.
“Keselamatan rakyat harus menjadi prioritas utama. Indonesia bukan negara eksperimen. Kita punya kapasitas, kita punya lembaga, kita punya sumber daya. Yang kita butuhkan adalah kemauan politik,” tutup Agung.
Penulis: Syahrudin Akbar
Editor: M Hasbi Fadilah