Mata Aktual News | Puncak, Bogor — Keberadaan Restoran Asep Stroberi (Asstro) di kawasan Puncak kembali menjadi sorotan publik. Dugaan muncul bahwa pembangunan dan pengelolaan restoran ini melibatkan kerja sama dengan BUMD Jaswita Jabar, namun belum jelas legalitasnya terkait izin pemanfaatan aset Pemprov Jawa Barat.
Sejumlah aktivis lingkungan dan antikorupsi menilai, bila benar pembangunan dilakukan tanpa mekanisme resmi, maka hal ini bisa termasuk penyalahgunaan aset daerah dan melanggar hukum.
Budayawan: Kawasan Hutan Harus Dikembalikan ke Titik Nol
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tokoh Budaya Puncak, Dadang Raden, menegaskan pentingnya menjaga fungsi ekologis kawasan Puncak.
“Kawasan ini bukan sekadar destinasi wisata, tapi warisan alam dan budaya. Kalau lahan Pemprov digunakan komersial tanpa izin, maka cita-cita penataan hutan Puncak akan gagal total,” ujarnya, Kamis (30/10).
Dadang menyebut pihaknya siap berkolaborasi dengan Perhutani dan Pemkab Bogor untuk memastikan penataan kawasan berjalan sesuai aturan hukum dan tata ruang.
KPKB: Dugaan Penyalahgunaan Aset Harus Diusut
Dede Mulyana, Ketua Umum Kumpulan Pemantau Korupsi Banten Bersatu (KPKB), menekankan bahwa jika kerja sama antara Asep Stroberi dan Jaswita dilakukan tanpa izin kepala daerah dan BPKAD, maka bisa masuk kategori penyalahgunaan aset negara.
“Ini bukan sekadar soal izin bangunan, tapi soal akuntabilitas pengelolaan aset daerah. Jika Jaswita menggunakan aset Pemprov untuk keuntungan pihak swasta tanpa prosedur resmi, itu jelas melanggar hukum,” tegas Dede.
Landasan Hukum
Para aktivis menegaskan beberapa regulasi yang berpotensi dilanggar:
- UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara – Barang milik daerah tidak boleh digunakan pihak lain tanpa izin pengelola.
- PP No. 27 Tahun 2014 – Pemanfaatan aset daerah hanya boleh melalui sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, atau bangun guna serah dengan persetujuan kepala daerah.
- PP No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD – Kerja sama BUMD dengan pihak ketiga harus disetujui Gubernur dan tidak bertentangan dengan tujuan BUMD.
- UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang – Melarang pembangunan komersial di kawasan lindung tanpa izin tata ruang.
- UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan – Melarang kegiatan yang merubah fungsi hutan tanpa izin resmi.
Aktivis Matahari: Pemerintah Harus Tegas
Menurut aktivis Zefferi dari LSM Matahari, penegakan hukum tata ruang di Puncak selama ini cenderung tidak konsisten.
“Bangunan kecil milik warga sering dibongkar, sementara bangunan besar yang bermasalah perizinannya justru tetap beroperasi. Keadilan tata ruang harus ditegakkan,” ujarnya.
Zefferi menegaskan, LSM Matahari bersama KPKB akan mengawal proses audit aset dan izin bangunan, memastikan bahwa semua aktivitas komersial di lahan Pemprov dilakukan sesuai prosedur hukum dan transparan.
Kolaborasi untuk Penataan Kawasan
Para tokoh dan aktivis sepakat, upaya penyelamatan Puncak harus dilakukan dengan prinsip hukum, budaya, dan ekologi. Mereka siap bekerja sama dengan Perhutani, Pemprov Jabar, dan Pemkab Bogor, namun siap menindak tegas jika ada penyimpangan hukum atau penyalahgunaan aset.
“Hutan Puncak adalah paru-paru Jawa Barat. Jangan sampai dijadikan ladang bisnis pihak tertentu tanpa aturan,” pungkas Dadang Raden.
Reporter: M Rojay
Editor: Anandra







