Jakarta, Mata Aktual News – Rekan Indonesia menyoroti permasalahan tata kelola Palang Merah Indonesia (PMI), khususnya di wilayah DKI Jakarta. Ketua Umum Rekan Indonesia, Agung Nugroho, menilai adanya persoalan serius terkait masa jabatan Pelaksana Tugas (Plt) yang berkepanjangan dan pelaksanaan Musyawarah Kota (Muskot) yang dinilai menyerupai kongres partai politik.
Plt Berkepanjangan di DKI, Menurut Agung, sejumlah PMI kota di DKI Jakarta masih dipimpin Plt Ketua lebih dari tiga bulan, bahkan ada yang hingga delapan bulan. Padahal, aturan internal menyebut masa Plt hanya bersifat sementara. Kondisi ini, kata dia, berdampak pada tersendatnya program donor darah dan kesiapsiagaan bencana di tingkat kota.
“Situasi ini membuat pengurus bingung mengambil keputusan karena tidak adanya legitimasi ketua definitif,” tegas Agung Nugroho dalam keterangannya, Sabtu (6/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Muskot Dinilai Sekadar Formalitas,Rekan Indonesia juga menilai Musyawarah Kota PMI kerap hanya menjadi formalitas. Nama calon ketua disebut telah dikondisikan sebelumnya, sementara proses pemilihan hanya sekadar pengesahan. Bahkan, jabatan kepala bidang kerap ditentukan melalui mekanisme “titip-menitip” ketimbang berdasarkan kapasitas dan integritas.
“Kalau kultur ini terus dibiarkan, PMI bisa berubah menjadi arena transaksi politik ala parpol, bukan lagi lembaga kemanusiaan yang independen,” ujarnya.
Intervensi Politik,Agung juga mengingatkan soal politisasi PMI di tingkat nasional. Ia menyinggung konflik dualisme antara Jusuf Kalla dan Agung Laksono dalam Munas PMI, serta masuknya sejumlah mantan menteri dalam jajaran pengurus sebagai bukti rentannya intervensi politik.
Tiga Desakan Rekan Indonesia
Untuk mengembalikan marwah PMI, Rekan Indonesia menyampaikan tiga desakan utama:
- Segera melaksanakan Muskot di seluruh PMI Kota DKI Jakarta agar kepengurusan definitif terbentuk.
- Membatasi masa jabatan Plt maksimal tiga bulan tanpa kompromi.
- Menghentikan praktik titip-menitip jabatan serta mendorong audit publik terhadap tata kelola PMI.
“PMI harus kembali ke khitahnya: netral, profesional, dan berdedikasi penuh untuk kemanusiaan. Kalau tidak, publik akan kehilangan kepercayaan,” pungkas Agung.
Jurnalis : Syahrudin Akbar.
Editor : Merry WM.