Mata Aktual News, Jakarta 12 Mei 2025 – Jaringan Warga Kota Jakarta (JAGA KOTA) mendesak Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk tidak berhenti pada rotasi dan pengangkatan wali kota, kepala dinas, serta direktur utama RSUD tipe B. Menurut JAGA KOTA, langkah tersebut harus disusul dengan pembenahan serius terhadap kinerja dinas-dinas strategis yang selama ini sarat masalah.
Asep Firmansyah, Koordinator JAGA KOTA, mengatakan bahwa masalah utama Jakarta saat ini bukan hanya soal struktur dan jabatan, tetapi menyangkut tata kelola, transparansi, dan integritas kerja birokrasi. “Jika hanya mengganti orang tanpa mengubah cara kerja dan budaya organisasinya, maka tidak akan ada kemajuan berarti,” ujarnya.
Dinas Pendidikan: Praktik Pungli dan Diskriminasi Masih Marak
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Asep, di sektor pendidikan, praktik pungutan liar berkedok “uang kas”, “tabungan kelas”, maupun “sumbangan sukarela” dari orang tua masih marak di sekolah negeri. “Ini bukan sumbangan sukarela, ini paksaan yang dibungkus kata-kata manis. Bahkan ada gratifikasi kepada guru yang dibenarkan dengan dalih ‘kemauan orangtua’,” jelasnya.
Ia juga mengkritik penanganan kasus bullying yang kerap tidak memenuhi prinsip keadilan. “Dinas sering lebih melindungi kepala sekolah atau guru ketimbang siswa korban. Bahkan siswa dari orangtua yang tidak aktif di komite sekolah sering didiskriminasi,” katanya.
Menurutnya, praktik jual beli kursi kosong masih terjadi di sekolah negeri favorit, dan hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan serta tidak adanya sistem pencegahan berbasis transparansi.
Solusinya adalah audit menyeluruh terhadap aliran dana pendidikan, pembentukan unit independen untuk menerima pengaduan masyarakat, reformasi komite sekolah agar inklusif dan tidak elitis, transparansi dalam penerimaan siswa baru, dan penghapusan total praktik ‘titipan’.
Dinas Sosial: Jabatan Berdasarkan Koneksi, Pelayanan Lamban
Di Dinas Sosial, Asep mengungkapkan bahwa penempatan jabatan banyak dilakukan bukan berdasarkan kapasitas, melainkan berdasarkan koneksi dengan pimpinan. “Akhirnya yang memimpin bidang penting justru tidak paham teknis, dan hanya menjadi kaki tangan dari sistem kolutif yang ada,” katanya.
Ia juga menyoroti praktik pungutan liar yang dilakukan secara sistematis kepada panti, sudin, dan bidang, serta dugaan penggelapan dalam pengadaan permakanan, pakaian, dan alat kebersihan. “Pengaduan dari warga soal pelayanan lamban di kantor Dinsos pun tinggi, tapi tidak ditindaklanjuti dengan evaluasi kinerja,” ungkapnya.
Menurut Asep, pembenahan Dinas Sosial harus dilakukan melalui rotasi berbasis merit dan integritas, pembentukan sistem pelaporan independen, audit atas pengadaan dan penggunaan anggaran, serta pelatihan peningkatan kapasitas pelayanan publik.
PPKUKM: Dinas Pembuangan yang Tak Produktif
Sementara itu, di Dinas PPKUKM, Asep menyebut bahwa penempatan ASN bermasalah dari dinas lain ke PPKUKM justru menjadi sumber masalah baru yang menghambat efektivitas program pemberdayaan dan pembinaan UMKM. “Ini seperti jadi dinas pembuangan. Banyak pejabat dan ASN yang bermasalah justru ‘dititipkan’ di PPKUKM tanpa proses evaluasi kapabilitas. Akibatnya, mereka tidak punya motivasi dan tidak menjalankan program secara maksimal,” jelasnya.
Ia juga menyoroti lemahnya kinerja Suku Dinas (Sudin) PPKUKM serta para Satpel (Satuan Pelaksana) di tingkat kecamatan dan kelurahan. “Banyak Sudin dan Satpel bekerja tanpa arah jelas, minim pengawasan, dan hanya menjalankan rutinitas tanpa inovasi. Tidak ada pendampingan aktif terhadap pelaku usaha kecil,” tambahnya.
Menurut Asep, dari sekitar 200 lokasi binaan (lokbin) dan lokasi sementara (loksem) di Jakarta, sebagian besar tidak digunakan sebagaimana mestinya. “Ada lokbin yang disewakan kepada pihak ketiga, ada pula yang kosong dan terbengkalai karena tidak ada pembinaan. Kasudin PPKUKM juga belum menunjukkan kepemimpinan yang bertanggung jawab dan cepat tanggap terhadap persoalan lapangan,” katanya.
Solusi atas kondisi ini, lanjut Asep, adalah evaluasi total terhadap penempatan ASN di lingkungan PPKUKM, khususnya yang selama ini jadi tempat pembuangan pejabat bermasalah, peningkatan pengawasan dan penilaian kinerja Sudin serta Satpel, pendataan ulang dan penertiban penggunaan lokbin/loksem, pembinaan UMKM yang berbasis kebutuhan riil pelaku usaha kecil, serta penerapan sistem pemantauan digital dan transparansi penggunaan anggaran.
Reformasi Birokrasi Harus Berani dan Terbuka:
Asep Firmansyah menegaskan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tidak boleh ragu melakukan reformasi birokrasi lanjutan. “Perombakan harus disertai langkah korektif yang nyata. Jika tidak, maka akan terus terjadi pembusukan di tubuh dinas yang dampaknya dirasakan langsung oleh warga Jakarta,” pungkasnya.
JAGA KOTA menyerukan agar Pemprov DKI membangun tata kelola yang bersih, transparan, dan berpihak pada warga, bukan hanya pada kenyamanan aparatur pemerintahannya sendiri.
Jurnalis: Syahrudin Akbar