BOGOR, Mata Aktual News— Tradisi tahunan samenan atau perpisahan siswa di sekolah mulai menuai kritik dari kalangan pemerhati budaya. Salah satunya datang dari Dadang Raden seorang aktivis sekaligus budayawan asal Bogor, yang menilai bahwa samenan kini mulai kehilangan esensi pendidikannya dan justru berubah menjadi ajang seremonial mewah yang berpotensi membebani masyarakat.
“Samenan seharusnya menjadi momen sederhana namun bermakna. Bukan malah jadi ajang pamer kostum mahal dan dekorasi yang menyerupai pesta pernikahan,” ujar Dadang saat ditemui di sela kegiatan diskusi budaya, Sabtu (22/6/2025).
Dadang Raden menyoroti praktik samenan yang kerap memaksa orang tua untuk merogoh kocek dalam demi membiayai acara yang hanya berlangsung beberapa jam. Bahkan dalam beberapa kasus, iuran samenan mencapai lebih dari satu juta rupiah per siswa. Ia menilai hal ini kontraproduktif dengan nilai-nilai pendidikan inklusif dan gotong royong yang selama ini dijunjung dalam budaya Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih lanjut, Dadang mengusulkan agar samenan dikembalikan ke bentuk aslinya sebagai ruang edukasi dan apresiasi, bukan sekadar hiburan atau tontonan glamor.
“Kalau samenan diisi dengan pentas seni yang dibuat sendiri oleh siswa, pameran hasil karya, atau refleksi perjalanan belajar, itu jauh lebih membekas dan mendidik,” tegasnya.
Selain itu, Dadang juga menekankan pentingnya keterlibatan aktif siswa dan guru dalam proses perencanaan, agar nilai-nilai kebersamaan dan tanggung jawab benar-benar dirasakan oleh peserta didik. Menurutnya, samenan bisa menjadi sarana mendidik karakter, membangun kepercayaan diri, serta memperkuat identitas budaya lokal, jika dirancang dengan bijak.
Dadang juga berharap Dinas Pendidikan dan pihak sekolah bisa lebih tegas mengarahkan format samenan agar tidak menjadi beban sosial ekonomi, melainkan tetap menjadi bagian dari proses pendidikan yang berkarakter.
“Sekolah adalah tempat mendidik Bu Jangan sampai nilai-nilai budaya yang luhur malah dikalahkan oleh gengsi dan glamor sesaat,” pungkasnya.
Reporter: Jeffry | M Rojay
Editor: Merry WM