Wajah Jakarta dalam Risiko Kebakaran: Ketika Hidran Tak Sampai ke Gang Sempit

- Jurnalis

Kamis, 19 Juni 2025 - 01:29 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta, Mata Aktual News —
Di antara deret rumah petak yang berdempetan di sebuah gang sempit kawasan Tambora, Jakarta Barat, kehidupan mengalir seperti biasa. Anak-anak bermain layangan di lorong, ibu-ibu memasak di dapur sempit yang menyatu dengan ruang tidur, dan suara kipas angin tua mendesing bersaing dengan televisi yang menyala keras. Namun di balik keseharian itu, ada bahaya yang mengintai diam-diam: kebakaran.

Di Jakarta, lebih dari separuh kasus kebakaran terjadi di kawasan padat penduduk. Dan dalam banyak kasus itu, penyebab utamanya bukan hanya korsleting listrik atau kelalaian manusia — melainkan tidak tersedianya sarana pemadam yang memadai. Hidran, misalnya, seringkali hanya menjadi istilah teknis dalam dokumen perencanaan kota. Di lapangan, ia nyaris tak terlihat.

Hal ini menjadi sorotan Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono. Usai rapat pembahasan Raperda Pertanggungjawaban APBD 2024 bersama Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat), ia menyampaikan keprihatinan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Gak semua titik ada hidran. Padahal itu penting untuk penanganan cepat kalau terjadi kebakaran,” ujar Mujiyono kepada wartawan, Rabu (18/6/2025).

Ia menekankan bahwa keberadaan hidran sangat vital di kawasan-kawasan yang tidak bisa diakses oleh mobil pemadam berukuran besar. Banyak gang di Jakarta yang bahkan tak cukup lebar untuk sepeda motor lewat beriringan, apalagi truk pemadam.

“Mobil dengan kapasitas 4.000 liter air itu gak bisa masuk ke gang sempit. Harus ada peralatan yang fleksibel, bisa menjangkau langsung ke titik api di rumah warga,” tegasnya.

Bukan Sekadar Alat, Tapi Soal Nyawa

Waktu tanggap atau response time juga menjadi sorotan. Dalam penanggulangan kebakaran, hitungan menit bisa jadi pembeda antara selamat atau kehilangan segalanya. Namun dalam kenyataannya, banyak warga mengeluhkan datangnya bantuan yang terlambat — bukan karena lalai, tetapi karena medan yang terlalu sulit dan alat yang tidak memadai.

“Response time jadi indikator penting. Tapi ada banyak faktor yang mempengaruhi, dari SDM, sarana prasarana, sampai kesadaran masyarakat sendiri,” kata Mujiyono.

Ia menyebut salah satu faktor paling krusial adalah instalasi listrik yang tidak sesuai standar. Banyak rumah di gang-gang sempit masih mengandalkan kabel sambungan tak berlabel SNI, bahkan digabung dari satu rumah ke rumah lainnya secara darurat.

“Kalau kabelnya gak standar, sambungan asal-asalan, satu percikan saja bisa jadi petaka,” imbuhnya.

Tanggung Jawab Bersama:

Dari data Dinas Gulkarmat, diketahui bahwa lebih dari 1.500 kasus kebakaran terjadi di Jakarta selama 2024. Sebagian besar berada di lingkungan dengan kepadatan tinggi dan akses jalan terbatas.

Sayangnya, upaya preventif masih minim. Sementara anggaran daerah terus difokuskan pada penanggulangan pasca-kebakaran, langkah mitigasi seperti penyediaan hidran portabel, pelatihan evakuasi warga, hingga pengecekan instalasi listrik belum berjalan optimal.

Mujiyono menilai, pembenahan sistem kebakaran Jakarta tidak bisa hanya dibebankan pada satu instansi. Dibutuhkan sinergi antara Pemprov DKI, DPRD, dinas teknis, dan masyarakat itu sendiri.

“Kalau kita serius ingin mencegah korban, maka kita harus mulai dari sekarang. Tidak cukup hanya reaktif saat api sudah membakar,” pungkasnya.

Catatan dari Gang Sempit:

Malam itu, Ani (43), warga Gang Jati, Tanah Abang, sedang menanak nasi ketika listrik di rumahnya tiba-tiba padam. Beberapa menit kemudian, suara teriakan menggema. Ada api dari rumah tetangganya. Warga berhamburan, membawa ember, gayung, dan air dari kamar mandi.

Petugas pemadam datang 15 menit kemudian, namun api sudah membakar tiga rumah.

“Kami sudah biasa gotong royong padamkan api pakai ember. Soalnya di sini nggak ada hidran. Mobil pemadam juga nggak bisa masuk,” kata Ani pelan.

Jakarta, dengan segala gegap gempitanya sebagai ibu kota negara, ternyata masih menyimpan sisi yang rentan. Di gang-gang kecil, di balik lorong sempit, ada nyawa-nyawa yang bertaruh pada keberadaan hidran yang tak kunjung datang.

Liputan Khusus: Redaksi Mata Aktual News.com
Redaktur Pelaksana

Follow WhatsApp Channel mataaktualnews.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Cipinang Besar Utara Bersih dari Bangunan Liar: Menuju Lingkungan Aman dan Tertib
Kapolri Berikan Pelayanan Kesehatan Gratis Bagi Ribuan Orang Hari Ini
Forkabi Gelar Festival Budaya Betawi di Milad ke-24, Tegaskan Komitmen Lestarikan Kearifan Lokal
Saat Logika Dibuang, Diskusi Menjadi Sia-Sia Seperti: Menyalakan Lampu di Ruangan
Pemprov DKI Hapus Sanksi Denda PKB dan BBNKB Sambut HUT Jakarta ke-498 dan HUT RI ke-80
Festival Budaya Karet Kuningan Meriahkan Setiabudi, Warga dan UMKM Bersinergi
KPKB Akan Kawal Temuan BPK di Banten, Siap Bawa ke Jalur Hukum
Pramono Anung Resmikan Transjabodetabek Blok M–Bogor, 16 Bus Siap Layani Warga Setiap 15 Menit
Berita ini 1 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 19 Juni 2025 - 01:29 WIB

Wajah Jakarta dalam Risiko Kebakaran: Ketika Hidran Tak Sampai ke Gang Sempit

Senin, 16 Juni 2025 - 12:56 WIB

Kapolri Berikan Pelayanan Kesehatan Gratis Bagi Ribuan Orang Hari Ini

Minggu, 15 Juni 2025 - 20:27 WIB

Forkabi Gelar Festival Budaya Betawi di Milad ke-24, Tegaskan Komitmen Lestarikan Kearifan Lokal

Minggu, 15 Juni 2025 - 01:44 WIB

Saat Logika Dibuang, Diskusi Menjadi Sia-Sia Seperti: Menyalakan Lampu di Ruangan

Sabtu, 14 Juni 2025 - 23:12 WIB

Pemprov DKI Hapus Sanksi Denda PKB dan BBNKB Sambut HUT Jakarta ke-498 dan HUT RI ke-80

Berita Terbaru

Pendidikan

Perjuangan Udin untuk Bersekolah di Tengah Himpitan Hidup

Kamis, 19 Jun 2025 - 06:32 WIB

Verified by MonsterInsights