Jakarta | Mata Aktual News – Rumah milik Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, rusak parah setelah digeruduk massa pada Sabtu (30/8/2025) malam. Aksi tersebut mengakibatkan pagar rumah roboh, sejumlah mobil mewah rusak, serta barang-barang di dalam kediaman raib.
Peristiwa ini tidak hanya dipandang sebagai tindak kriminal, melainkan juga sinyal kuat atas memuncaknya ketidakpuasan publik terhadap wakil rakyat.

Aksi massa dipicu oleh pernyataan Sahroni yang sebelumnya menyebut rakyat “tolol” terkait seruan pembubaran DPR. Ia juga berkomentar bahwa kerja anggota dewan bisa dilakukan dari rumah. Ucapan tersebut dinilai merendahkan masyarakat yang sedang menghadapi tekanan ekonomi akibat harga kebutuhan pokok yang kian melambung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Bagi rakyat yang sehari-hari berjuang memenuhi kebutuhan dasar, pernyataan itu dianggap menyakitkan dan mempertebal jurang antara pejabat dan masyarakat,” kata Agung Nugroho, peneliti dari Jakarta Institut, kepada Mata Aktual News.
Menurut analisis sosiologis, gejala ini berkaitan dengan teori relative deprivation (Ted Gurr, 1970), yaitu kemarahan sosial yang muncul bukan semata karena kemiskinan, melainkan karena adanya rasa diperlakukan tidak adil.
“Ketika aturan formal dan wakil rakyat tidak dipercaya lagi, masyarakat menciptakan mekanisme hukum alternatif. Amukan massa di Priok bisa dilihat sebagai bentuk street justice atau pengadilan jalanan,” jelas Agung.
Fenomena serupa pernah terjadi di sejumlah negara. Pada 2011, rumah keluarga Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali dibakar sebelum rezimnya tumbang. Tahun 2022, rakyat Sri Lanka menyerbu istana presiden dan menjadikannya simbol perlawanan.
Peristiwa di Priok, lanjut Agung, harus dipandang sebagai peringatan serius. “Jika pejabat tetap arogan dan gaya hidup mewah dipertontonkan di tengah ketidakadilan, maka ledakan sosial akan berulang,” tegasnya.
Ia mendorong pemerintah dan DPR segera menindaklanjuti langkah konkret, salah satunya dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset untuk menutup ruang praktik korupsi dan memperkuat kepercayaan publik.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan terkait kerusuhan di Tanjung Priok tersebut. Belum ada keterangan resmi dari Ahmad Sahroni terkait peristiwa yang menimpa kediamannya.
Peristiwa Priok menjadi ujian besar bagi pemerintah dan parlemen. Apabila kanal hukum dan politik gagal meredam krisis kepercayaan, bukan tidak mungkin “hukum jalanan” kembali menjadi pilihan masyarakat.
Reporter: Syahrudin Akbar
Editor: Merry WM