
Bogor, Mata Aktual News– Proyek Bendungan Cibeet di Kabupaten Bogor yang digadang-gadang sebagai bagian dari solusi pengendalian banjir dan ketahanan air nasional justru menuai kritik keras. Nilai proyek yang mencapai Rp 5,4 triliun itu kini disorot karena diduga menimbulkan kerusakan lingkungan, pengabaian hak masyarakat adat, dan potensi praktik korupsi.
Proyek Strategis, Ekosistem Terancam
Aktivis lingkungan dari Matahari, Zeffry menyatakan bahwa proyek tersebut telah mengancam kelestarian Sungai Cibeet dan mengabaikan hak-hak masyarakat adat di sekitar wilayah terdampak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) tidak dilakukan secara transparan, dan warga tidak pernah dilibatkan secara layak. Ini bukan sekadar kelalaian administratif—ini ancaman permanen terhadap ekosistem,” tegas Jeffry kepada Mata Aktual News. Jum’at (6/6/2025)
Dana Triliunan, Pengawasan Minim:
Senada dengan itu, Dede Mulyana dari Kumpulan Pemantau Korupsi Bersatu (KPKB) menilai proyek Bendungan Cibeet berpotensi menjadi ladang praktik korupsi. Ia menyoroti minimnya keterbukaan informasi anggaran serta lambatnya pembebasan lahan yang hingga kini baru mencapai 1,65 persen.
“Triliunan rupiah uang negara digelontorkan tanpa pengawasan publik yang memadai. Situasi ini membuka peluang besar untuk praktik mark-up, pengadaan fiktif, dan penyimpangan administratif,” ujarnya.
KPKB mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan melakukan audit menyeluruh sejak tahap awal proyek.
Kepala Desa: Akses Warga Dirusak, Lingkungan Dihancurkan
Kritik juga datang dari Uteng, Kepala Desa Kutamekar, Kecamatan Cariu—wilayah yang terdampak langsung oleh proyek. Ia menuding kontraktor proyek Paket III, yakni PT Waskita Karya Tbk, telah merusak aset desa dan melanggar prosedur teknis.
“Tanah hasil cut and fill dibuang sembarangan ke tepian Sungai Cibeet, bukan ke tempat pembuangan resmi. Akibatnya, terjadi pendangkalan sungai dan kerusakan vegetasi air,” ungkap Uteng.
Tak hanya itu, akses jalan utama warga juga rusak parah akibat penggalian dua meter tanpa disertai penyediaan jalur alternatif. Warga kesulitan mengakses sekolah, pasar, bahkan lahan pertanian mereka.
“Sebelum menggali jalan utama, seharusnya dibuat jalur pengganti. Ini bukan hanya soal teknis, ini menyangkut kehidupan harian warga,” tegas Uteng.
Desakan Evaluasi Total Meningkat
Dengan beragam persoalan mulai dari lingkungan, sosial, hingga tata kelola anggaran, desakan untuk melakukan evaluasi total terhadap proyek Bendungan Cibeet semakin menguat. Aktivis dan pengamat mendesak agar proyek ini tidak hanya dikaji dari aspek teknis, tetapi juga dari sisi keberpihakan terhadap rakyat dan transparansi anggaran publik.
“Jangan bungkus proyek ini dengan jargon pembangunan jika isinya adalah pengabaian hak, perampasan sumber daya, dan pemborosan anggaran,” tutup Jeffry
(Red)