BOGOR | Mata Aktual News — Maraknya pembangunan liar di kawasan zona hijau, konservasi, dan hutan lindung kembali menuai sorotan tajam. Dua organisasi masyarakat sipil, LSM Kumpulan Pemantau Korupsi Banten Bersatu (KPKB) dan LSM Matahari, mendesak Kementerian Sekretariat Daerah (KSDE) serta instansi terkait agar segera menindak tegas pelanggaran tata ruang tersebut.
Desakan itu muncul sebagai bentuk keprihatinan atas lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang mendirikan bangunan tanpa mengindahkan aturan lingkungan dan tata ruang yang berlaku. Di antaranya merujuk pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Jangan biarkan kawasan lindung berubah menjadi zona komersial tanpa dasar hukum. KSDE harus tegas!” ujar Humas DPP KPKB, M. Rojai, dalam keterangannya, Senin (14/7/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Senada, Aktivis LSM Matahari, Zefferi, mengecam keras lambannya tindakan terhadap pelanggaran yang terjadi di kawasan Puncak, termasuk keberadaan Restoran Asep Stroberi dan bangunan milik PT Eiger yang diduga berdiri di atas zona hijau strategis.
“Saya geram! Ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi bentuk pengkhianatan terhadap komitmen perlindungan lingkungan. KSDE jangan tutup mata,” tegasnya.
Menurut para aktivis, membangun di atas kawasan konservasi dan ruang terbuka hijau tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berisiko merusak ekosistem dan meningkatkan ancaman bencana, seperti banjir, longsor, dan kekeringan.
Berdasarkan Pasal 19 UU No. 26 Tahun 2007, ruang terbuka hijau tidak boleh dialihfungsikan. Sementara itu, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan melarang pembangunan fisik di hutan lindung tanpa izin dari pemerintah pusat.
Keduanya mendesak agar KSDE, KLHK, dan aparat penegak hukum segera bertindak konkret dengan penghentian, penyegelan, hingga penindakan hukum terhadap bangunan yang terbukti melanggar.
Redaksi | Mata Aktual News